Dataran Tinggi Dieng merupakan salah satu tempat wisata favorit yang masuk dalam wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Dataran tinggi (2.000 mdpl) terluas di dunia setelah Nepal ini berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.

Kawah Sikidang yang terletak di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara ini lokasinya tidak jauh dari Kompleks Candi Arjuna. Kawah ini menjadi salah satu bukti aktivitas vulkanis yang masih tetap terjadi di Dataran Tinggi Dieng.

KAWAH UNIK

Kawah Sikidang dibuka untuk umum setiap hari dengan tiket terusan Kompleks Candi Arjuna. Objek wisata ini merupakan bekas letusan gunung berapi. Hamparan tanah tandus dikelilingi bukit dengan kolam yang terus-menerus mengepulkan asap menjadi sajian di kompleks Kawah Sikidang. Uniknya, kawah utama di kawasan ini berpindah-pindah.

Beberapa meter dari pintu masuk terdapat papan peringatan supaya berhati-hati dalam melangkah, larangan menyalakan api, dan membuang puntung rokok. Penggunaan masker disarankan saat berkunjung ke sini karena bau belerang yang pekat.

Beberapa lubang besar dengan kepulan asap tipis serta bau belerang yang menyengat menyambut ketika saya memasuki kawasan kawah. Lubang-lubang besar ini konon merupakan kawah utama di masa lalu yang telah ‘bosan’ dan berpindah ke tempat lain. Saya pun berjalan sambil ‘melompat-lompat’ mencari tanah kering untuk kaki berpijak. Terlihat juga tanah basah dengan air bergolak mendidih yang berbahaya jika dipijak karena rapuh dan mudah longsor. Semakin jauh kaki melangkah, bau belerang pun semakin kuat menusuk hidung.

Walaupun demikian, uap yang mengandung belerang ini dipercaya berkhasiat untuk menghaluskan kulit dan menghilangkan jerawat.

Saat berjalan menuju kawah utama, terlihat beberapa penjual mengenakan caping dan penutup hidung. Mereka menjual bongkahan-bongkahan belerang yang telah dibuat sedemikian rupa sebagai suvenir khas Kawah Sikidang. Selain itu, tampak juga beberapa orang penambang belerang yang mencari bongkahan-bongkahan belerang untuk dijual.

Nah, kawah utama Sikidang berada hampir di ujung kompleks ini. Kawahnya berupa kolam besar dengan air bercampur lumpur abu-abu yang terus bergolak. Kepulan asapnya pun begitu pekat sehingga membatasi jarak pandang mata. Konon air mendidih ini memiliki suhu sekitar 98 derajat celcius, bahkan lebih. Di sekeliling kawah utama ini juga dibangun pagar bambu sebagai pembatas demi keselamatan para pengunjung. Uniknya, kawah utama ini letaknya berpindah-pindah sehingga diberi nama ‘Sikidang’, yang berasal dari ‘kidang’ (kijang). Sifat kawah yang berpindah-pindah ini disamakan dengan kijang yang gemar melompat ke sana ke mari.

Kawah yang masih aktif ini juga memiliki dapur magma dalam perut bumi yang ada di bawahnya. Panas dan energi yang dihasilkannya memiliki tekanan sangat kuat. Jika tekanan ini mencapai puncaknya, maka akan terjadi letusan yang akan membentuk sebuah kawah baru.

Sebagai spot terakhir, saya pun mendaki bukit dekat kawah utama berada. Dari atas sini, saya bisa melayangkan pandangan ke seluruh kawasan Kawah Sikidang. Dominasi warna putih disertai kepulan asap serta hijaunya bukit-bukit yang mengelilingi kawasan ini ditambah birunya langit saat itu menjadi pemandangan ciamik sebelum meninggalkan Kawah Sikidang.

LEGENDA

Kawah ini juga mempunyai legenda sendiri. Diceritakan pada masa lalu hiduplah seorang gadis bernama Shinta Dewi yang kecantikannya tersebar ke penjuru daerah. Hal itu membuat banyak pemuda ingin meminangnya, namun semuanya kandas karena permintaan mas kawin yang sangat besar.

Kecantikan Shinta Dewi pun terdengar Kidang Garungan, seorang pangeran kaya raya namun bertubuh manusia berkepala kijang, sehingga diberi nama ‘kidang’. Dengan iming-iming mas kawin sangat banyak, Shinta Dewi pun menerima lamarannya. Dalam benaknya, pangeran kaya pasti berwajah tampan. Namun betapa terkejutnya Shinta Dewi melihat perwujudan Pangeran Kidang dan akhirnya mencari akal untuk membatalkan lamaran.

Shinta Dewi lalu meminta Pangeran Kidang membuatkan sumur besar karena masyarakat kesulitan mendapatkan air serta harus dibuat sendiri dalam satu hari. Pangeran pun menggali tanah menggunakan tangan dan tanduknya. Khawatir sang pangeran berhasil menyelesaikan permintaannya, Shinta Dewi meminta masyarakat menimbun sumur yang sedang digali selagi sang pangeran masih di dasar sumur.

Pangeran Kidang akhirnya terkubur hidup-hidup, namun amarahnya tak tertahankan yang kemudian membentuk Kawah Sikidang. Karena murka dan kecewa, sang pangeran pun mengeluarkan kutukan bahwa seluruh keturunan Shinta Dewi akan berambut gembel (gimbal). Sampai saat ini, di sekitar kawah Sikidang masih dapat ditemui anak-anak berambut gembel yang mendapat perlakuan khusus dalam kehidupannya.