Salah satu bagian ruangan di dalam Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta —sering pula disebut Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat— merupakan kerajaan terakhir yang pernah berjaya di tanah Jawa. Keraton yang didirikan Sultan Hamengku Buwono I ini adalah destinasi wajib dikunjungi ketika berada di Yogyakarta.

Bentuk bangunan keraton yang disaksikan sekarang sebagian besar merupakan hasil pemugaran oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (1921-1939). Secara fisik, Keraton Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti, yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan).

Warisan kebudayaan etnik Jawa seperti beragam seni dan budaya, pakaian adat, hingga bentuk rumah Jawa bisa pula didapati di keraton ini. Keraton Yogyakarta juga merupakan sebuah lembaga adat, lengkap dengan pemangku adatnya. Itulah sebabnya nilai-nilai filosofi Jawa masih begitu kental.

Deretan pemain gamelan menjadi hiburan tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung

KOMPLEKS DEPAN

Memasuki areal keraton, saya mendapati Gapura Gladhag dan Gapura Pangurakan, yaitu gerbang utama memasuki kompleks keraton yang dilengkapi sentuhan nuansa Jawa. Di kompleks depan juga terdapat sebuah lapangan, disebut Alun-alun Lor. Di pinggir lapangan tumbuh deretan pohon beringin, sementara di tengah terdapat sepasang beringin bernama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru. Terdapat pula Kompleks Masjid Gedhe Kasultanan atau Masjid Besar Yogyakarta yang berbentuk joglo persegi panjang terbuka.

KOMPLEKS INTI

Memasuki areal inti, terdapat Pintu Gerbang Donopratopo, salah satu bagian paling khas keraton. Sepasang arca raksasa Dwarpala bernama Cingkarabaka dan Baalaupata turut menemani. Gerbang ini adalah pintu masuk menuju Regol Donopratopo, yang menghubungkan dengan Kompleks Kedhaton. Bisa dibilang, Kedhaton merupakan inti dari Keraton Yogyakarta.

Kedhaton setidaknya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Pelataran Kedhaton untuk Sultan, Keputren bagi istri dan putri Sultan, serta Kesatriyan buat putra-putra Sultan. Pada bagian Pelataran Kedhaton, Bangsal Kencono menjadi tempat pelaksanaan berbagai upacara untuk keluarga kerajaan selain upacara kenegaraan.

Salah satu bagian dalam keraton yang menyimpan benda-benda pusaka

Selain itu, terdapat pula nDalem Ageng Proboyakso yang menjadi pusat istana. Di dalamnya disemayamkan pusaka kerajaan, takhta Sultan, serta lambang-lambang lain milik kerajaan. Bangunan Gedhong Jene, yang didominasi warna kuning, merupakan tempat tinggal resmi Sultan yang bertakhta serta dipakai hingga Sultan Hamengku Buwono IX.

Selanjutnya terdapat kompleks Pagelaran dengan Bangsal Pagelaran sebagai bangunan utama. Bangunan itu sering dipakai untuk event-event pariwisata, religi, upacara adat keraton, dan banyak lainnya. Upacara-upacara resmi kerajaan secara tradisi digelar di kompleks Siti Hinggil Ler. Dari Siti Hinggil itu didapati gerbang Regol Brojonolo yang menghubungkannya dengan kompleks Kamandhungan Ler.

Sedangkan di kompleks Sri Manganti terdapat beberapa pusaka keraton berupa alat musik gamelan, juga dua pucuk meriam buatan Sultan Hamengku Buwono II di sisi timur. Kompleks Kemagangan digunakan untuk penerimaan calon pegawai, tempat berlatih dan ujian, serta apel kesetiaan para abdi dalem magang. Di ujung selatan terdapat kompleks Kamandhungan Kidul dan kompleks Siti Hinggil Kidul.

Gazebo di halaman dalam keraton yang menarik setiap wisatawan yang berkunjung

KOMPLEKS BELAKANG

Berlanjut ke kompleks belakang, terdapat Alun-alun Kidul atau akrab disebut Pengkeran yang dipagari tembok persegi dengan lima gapura. Pohon mangga, pakel, dan kuini mengelilinginya. Di bagian belakang terdapat Plengkung Nirbaya yang gerbangnya, secara tradisi, dimanfaatkan sebagai jalur keluar saat prosesi pemakaman Sultan yang mangkat menuju kompleks pemakaman di Imogiri, sehingga tertutup bagi Sultan yang sedang bertakhta.

BUDAYA JAWA

DI dalam keraton juga tersaji berbagai kreasi budaya Jawa, seperti batik. Memasuki rumah batik bisa didapati motif-motif batik ciri khas Keraton Yogyakarta sekaligus simbol istana Jawa. Hanya boleh dicetak serta dipakai di lingkungan istana, sehingga dilarang memotretnya.

Seperangkat gamelan turut ditampilkan. Alat musik khas Jawa itu terdiri atas kenong, kempul, kendang, gong, dan suling. Gamelan dimainkan dibarengi lantunan suara sinden (penembang perempuan) dan waranggono (penembang lelaki). Pentas permainan gamelan kerap didapati kala memasuki kompleks keraton.

Selain itu, terdapat pula ruangan berisi lukisan-lukisan bersejarah, seperti lukisan tentang sejumlah Raja Yogyakarta, istri dan anak-anaknya, lukisan kemerdekaan, serta berbagai gambaran keraton. Terdapat beberapa lukisan yang ditempatkan tersendiri karena dianggap sakral dan penuh misteri. Salah satunya lukisan Raja Jawa bersepatu selop mengikuti arah sudut pengunjung menatapnya.

Patung pembatik yang sangat menarik

Kereta kuda juga tersimpan dan terpelihara dengan baik di salah satu bagian keraton, tepatnya di Roto Wijayan yang kini menjadi Museum Kereta Keraton. Museum itu menyimpan berbagai kereta kerajaan yang pernah digunakan sebagai kendaraan resmi para raja, seperti KNy Jimat, KK Garuda Yaksa, dan Kyai Rata Pralaya.

Benda-benda pusaka bisa pula dilihat, seperti senjata tajam (tombak, keris, wedhung, pedang), bendera/panji, perlengkapan kebesaran (baju kebesaran, mahkota, hiasan telinga, serta cincin), manuskrip, hingga perlengkapan sehari-hari.

Setelah puas mengelilingi Keraton Yogyakarta, saya pun beristirahat sejenak di gazebo yang tersedia, ditemani rindang pepohonan yang menghadirkan rasa sejuk dan nyaman.