Buah carica bukan buah asli Indonesia. Datangnya dari Meksiko bagian selatan dan Amerika Selatan bagian utara. Lantas kenapa bisa sampai di Indonesia?
Merunut ke belakang ternyata ada peran kolonialis Belanda yang sempat membudidayakan buah carica dan terong Belanda (Khemar) di wilayah Dieng.
Buah carica sendiri di Indonesia paling baik hanya tumbuh di Dieng, karena syarat iklim tanamnya serta jenis tanahnya nyaris mirip dengan daerah asalnya. Buah carica hanya bisa tumbuh di ketinggian 1500 – 3000 mdpl.
Carica mulai dibudidayakan dan dijadikan komoditi dagang makanan khas Wonosobo sejak tahun 1980-an. Lewat Dinas Perindustrian masa itu, memberikan pelatihan cara pengawetan buah-buahan seperti carica, salak, kedongdong dan mangga.
Carica yang disimpan dalam botol bisa bertahan dua tahun, sedangkan carica dalam kemasan cup, bertahan selama enam bulan. Selain dibuat manisan, carica dapat diolah menjadi selai, sirup, coctail, atau jus. Jarang carica dimakan langsung tanpa pengolahan.
Carica sendiri masuk dalam famili pepaya. Karena hanya dapat hidup di ketinggian, maka banyak yang yang menyebut carica adalah pepaya gunung. Popularitas carica mendongkrak image Wonosobo dan jika masuk ke Kota Wonosobo, akan ditemui Tugu Buah Carica sebagai simbol khas wilayah.
Gemilang Di Tengah Pandemi
Carica Gemilang merupakan merk dagang penghasil aneka olahan buah carica. Usaha ini didirikan oleh Alfha Gemilang yang telah memulai usahanya sejak tahun 2013.
Carica Gemilang adalah satu dari sekian banyak produsen manisan carica yang tersebar di penjuru Wonosobo. Menurut Alfha, buah carica merupakan berkah bagi masyarakat Wonosobo karena sulit ditanam di wilayah selain Wonosobo.
“Kami pernah mencoba menanam carica di Karanganyar dan Tengger Semeru ternyata susah tumbuh. Bahkan jika ditanam di Wonosobo sekalipun, akan susah. Karena carica hanya mau tumbuh di ketinggian 1500 mdpl. Dan itu cocok di Dieng,” sergahnya.
Mengenai produsen manisan carica, Alfha pun menceritakan banyak usaha pengolahan carica di Wonosobo.
“Ada 400 merk lokal yang mengolah buah carica terdaftar sebagai PIRT, tetapi yang sudah dilengkapi izin BPOM hanya 10 merk saja,” ujar Alfha.
Sertifikasi PIRT yang dilengkapi BPOM membuat Carica Gemilang memungkinkan ekspansi pemasaran produknya ke berbagai daerah di Indonesia bahkan mancanegara. Untuk kawasan Wonosobo sendiri, nama Carica Gemilang menurut Alfha sudah menjadi produk favorit.
Di masa pandemi, Alfha mengakui produksinya turun drastis meski tetap berjalan. Namun ia optimis di tengah pandemi masih ada harapan untuk bangkit.
Produksi harian yang biasanya mencapai 10 ribu cup harus berkurang 50% lebih. Alfha mengakui banyak pengusaha carica gulung tikar akibat pandemi. Carica Gemilang bisa tetap bertahan meski berkurang produksinya karena memiliki strategi marketing yang dapat menjaga penjualannya. Diantaranya memanfaatkan penjualan online dan memasarkan ke daerah-daerah yang mengenal baik produk carica.
Sebagai produk UMKM, produk carica menjadi bagian dari gerakan ekonomi kerakyatan. Dan berkontribusi terhadap upaya menurunkan peringkat kabupaten termiskin se-Jawa Tengah, semula menduduki urutan pertama di 2016 menjadi peringkat kedua di akhir 2019. Wonosobo berhasil menurunkan persentasi kemiskinan 22,06 persen di 2016 menjadi 16 persen di akhir 2019.