Jika mendengar nama Aceh disebut, banyak diantara kita pasti teringat dengan peristiwa tragis beberapa tahun lalu. Musibah tsunami yang meluluhlantakan sebagian besar wilayah kota ini. Dengan sekuat tenaga masyarakat Aceh bangkit dari trauma. Saat ini Aceh sudah semakin berkembang dan maju. Pembangunan berbagai sektor tampak cepat berkembang. Jika saat ini kita berkunjung ke sana akan kita jumpai semarak kota besar seperti Banda Aceh ini.
Loh kok malah ngebahas masa lalu? Intinya sekarang Banda Aceh sangat terbuka dan bertekad mejadi salah satu destinasi wisata yang patut diperhitungkan dalam kancah kepariwisataan Indonesia pun dunia. Asal diketahui, banyak sekali spot menarik yang dapat kita temui saat berkunjung ke Tanah Rencong ini. Baik itu wisata religi, wisata sejarah, wisata budaya maupun wisata alam dapat dengan mudah kita temui. Selain itu juga Banda Aceh dan sekitarnya patut juga diperhitungkan sebagai destinasi wisata kuliner. Wah, banyak jenis makanan khas di sini yang patut dicicipi. Soal perburuan kuliner, memang kurang afdol rasanya jika berkunjung ke suatu daerah tanpa mencicipi makanan khasnya.
Nah, soal makanan khas Aceh jika beberapa waktu lalu saya mengulas tentang Eungkot Paya yaitu ikan gabus yang dimasak mirip masakan gulai dengan bumbu rempah yang khas. Sepiring Ungkot Paya, berisi potongan ikan gabus juga terdapat jantung pisang, batang dan bunga kecombrang, cabai hijau dan daun temurui. Memang banyak ragam kuliner lainnya seperti Satai Matang, Gulai Aceh, Ikan Kayu, Ayam Tangkap, Mie Aceh, Roti Canai dan lain sebagainya. Namun kali ini saya mengajak kita untuk mencicipi segarnya Rujak Aceh.
Rujak Aceh ini juga sudah terkenal sebagai salah satu menu referensi yang layak diburu saat kita berada di Aceh. Sebenarnya hampir mirip dengan berbagai rujak di kota lain jika dilihat dari bahannya. Campuran dari berbagai macam buah-buahan diantaranya nanas, mangga, ketimun, kedondong, ubi, kueni, papaya dan pisang batu. Ada yang membedakan dengan rujak lainnya adalah adanya bahan tambahan yang bisa jadi di daerah lain tidak digunakan untuk membuat rujak yaitu buah rumbia dan buah batok (di daerah lain namanya buah kawis). Umumnya rujak Aceh dibuat dalam ulekan besar yang terbuat dari kayu jati. Salah satu tempat dimana kita bisa mencicipi nikmatnya rujak ini adalah di warungnya Pak Mariyadi. Warung yang tidak begitu besar dibawah pohon yang rindang berada di daerah Blang Padang ini berdekatan dengan bandara. Soal kepiawaian dalam meracik rujak tidak bisa diragukan lagi karena secara turun temurun penjual rujak ini sudah berdiri sejak tahun 1983. Wah! Itu berarti sudah puluhan tahun pengalaman meracik makanan khas yang menyegarkan ini. Pantas saja rasanya enak dan selalu diburu pengunjung.
Rasa asam, pedas dan manis mendominasi makanan ini. Ditambah dengan gurihnya kacang tanah yang turut diulek kasar dan kacang tanah goreng utuh yang ditaburkan di atasnya. Jika kurang pedas bisa kita tambah sendiri dengan sambal cair yang juga dihidangkan dengan piring kecil secara terpisah. Hmmm….memang benar menikmati kesegaran Rujak Aceh di bawah rindangnya pepohonan terasa sanggup menghalau teriknya siang hari.