Pikat salah satu ikon wisata Pulau Dewata ini sudah mendunia. Pura Ulun Danu Bratan begitu memesona kala terlihat mengapung di atas air Danau Bratan.

Magnet pura ulun danu yang sempat menghiasi lembaran uang Rp 50 ribu ini begitu luar biasa. Pura Ulun Danu Bratan berada di dataran tinggi Bedugul, tepatnya di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali.

Secara harfiah, pura ulun danu berarti ‘’pura yang terletak di ulun (hulu) suatu danu (danau)’’. Namun, bisa pula dimaknai sebagai tempat pemujaan kepada Sang Hyang Widhi Wasa serta para dewa pemelihara danau. Pura ini merupakan tempat memuja Dewi Laksmi (Dewi Kesuburan dan Keindahan) yang bersemayam di Danau Bratan. Sementara “Bratan” berasal dari kata brata yang berarti pengendalian diri dengan menutup sembilan lubang kehidupan, selain juga merujuk aktivitas meditasi.

Pura Ulun Danu Bratan termasuk salah satu “Pura Kahyangan Jagat” (pura umum tempat umat Hindu dari berbagai daerah, golongan, serta profesi bersembahyang). Pura ini berdiri cantik di Danau Bratan yang merupakan sumber air irigasi bagi kawasan pertanian sekitarnya.

Keindahan pura yang tersaji dalam beberapa foto menjadi dorongan kuat bagi saya untuk menyaksikan langsung panorama eksotisnya. Lokasinya pada ketinggian 1.239 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan suhu berkisar 18-22 derajat Celcius membuat yang tubuh terasa menggigil pun seakan tak dirasa. Dan sebelum pukul 06.00, saya pun sudah ‘nongkong’ di kompleks pura yang menurut Lontar Babad Mengwi didirikan oleh I Gusti Agung Putu pada Tahun Saka 1556 (1634 Masehi).

Kompleks Pura Ulun Danu Bratan memiliki empat bagian bangunan suci. Pada bagian pertama terdapat Pura Lingga Petak, berlokasi paling menjorok ke tengah danau. Inilah yang menjadi tokoh utama di kompleks ini. Di dalamnya juga terdapat sumur suci dan keramat penyimpan Tirta Ulun Danu (air suci ulun danu).

Bagian kedua adalah Pura Penataran Pucak Mangu, juga menjorok ke tengah danau, berada di belakang Pura Lingga Petak yang memiliki 11 meru dan menjadi tempat memuja Dewa Wisnu. Pada bagian ketiga dan terluas terdapat Pura Teratai Bang. Bagian terakhir adalah Pura Dalem Purwa yang berfungsi sebagai tempat untuk memohon kemakmuran, kesuburan, dan kesejahteraan.

EKSOTISME MENTARI PAGI

Momen mentari pagi adalah yang paling saya nantikan. Tak hanya saya, bersama beberapa pengunjung lain pun sama menantikan munculnya rona matahari pagi di latar pura dengan sebuah lingga berwarna putih yang diapit batu merah dan batu hitam ini. Perahu kayu pun tak mau ketinggalan untuk melengkapi pesona pura ini. Perlahan mentari pun mulai menampakkan cahayanya. Langit gelap mulai berubah terang dari balik Pura Lingga Petak.

Namun setelah menyaksikannya sendiri, saya pribadi menilai momen terindah yang tersaji di pura ini bukan saat sunrise, melainkan ketika cahaya mentari mulai menyelisik masuk di balik bukit dan menyinari pura dengan dua pelinggih (Pelinggih Meru Tumpang Solas yang beratap tumpang sebelasdan Pelinggih Meru Tumpang Telu dengan tiga atap). Walau hanya beberapa menit, nuansa keemasan yang tersaji telah memberikan kepuasan tersendiri.

Saya pun merasa cukup beruntung saat itu karena danau tidak sedang surut, sehingga pura yang sarat nilai spiritual dan estetika ini terlihat mengapung di atas permukaan danau. Tentunya sajian alam ini akan terus membekas dan pesonanya seakan membuat saya ingin kembali lagi untuk menyaksikannya.

Pada hari-hari besar agama Hindu, Pura Ulun Danu Bratan kerap dipilih sebagai tempat sembahyang bersama. Pun, berkat keindahannya, area Ulun Danu Bratan sering pula dijadikan lokasi untuk foto pre-wedding. Di sini pengunjung berkesempatan pula mengelilingi Danau Bratan dengan perahu tradisional maupun speedboat.