Ditengah pandemi Covid-19 ini, kita wajib menjaga kesehatan dan imunitas tubuh. Selain pola hidup sehat dengan rajin olah raga, makanan sehat, istirahat cukup, agar tubuh tetap bugar kita dapat mengonsumsi jamu.

Khasiat jamu, obat hasil ramuan tumbuh-tumbuhan dari alam tanpa bahan kimia sebagai aditif, telah terbukti selama berabad-abad. Warisan nenek moyang ini merupakan racikan tumbuhan untuk penyembuhan tradisional dan alami, menjaga kesehatan, merawat kecantikan alami, serta sebagai minuman tradisional.

Indonesia begitu kaya bahan baku pembuatan jamu tradisional sebagai obat, namun belum semua dimanfaatkan. Resepnya pun sudah berusia ratusan tahun, diwariskan turun-temurun. Resep ini tertuang dalam sekar-sekar atau tembang-tembang dalam Serat Centini.


Dalam buku Jamu the Ancient Indonesian Art of Herbal Healing (2001: 13-19), Beers mengatakan, jamu merupakan bagian peradaban Indonesia, yang menunjukkan kekayaan alam, kepandaian dalam meracik, serta kepedulian rakyat Indonesia terhadap kesehatan.

Jamu merupakan bahan obat alam yang disediakan secara tradisional, baik dalam bentuk serbuk seduhan, pil, maupun cairan berisi seluruh bahan tanaman. Khasiat dan keamanannya dibuktikan secara empiris berdasarkan pengalaman turun-temurun. Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati tiga generasi.


MANFAAT

Jamu bisa menyembuhkan secara menyeluruh, baik psikologi, fisik, maupun spiritual. Dalam prosesnya, jamu menjadi penyeimbang kondisi, seperti keseimbangan dalam panas-dingin, kuat-lemah, manis-asam, dan sebagainya.

Dalam buku tersebut, Beers juga menyebutkan, jamu memiliki empat fungsi dasar. Pertama, mengobati penyakit seperti diare, kencing manis, hingga kanker. Kedua, menjaga kesehatan darah seperti melancarkan peredaran darah dan metabolisme tubuh. Ketiga, menghilangkan rasa sakit atau luka. Keempat, memperbaiki sistem tubuh yang salah seperti bau badan dan ketidaksuburan.

Hasil penyembuhan dari jamu tidak instan. Perlu menggunakannya secara teratur dan dalam jangka waktu tertentu. Sementara jamu tradisional yang sering dikonsumsi, antara lain, beras kencur (menambah nafsu makan, menghilangkan pegal linu, dan meningkatkan stamina), kunyit asam (mengatasi sakit perut saat datang bulan, diet, dan membantu meremajakan sel-sel tubuh), dan sinom (menambah nafsu makan, mengatasi peradangan lambung atau maag dan mengatasi masalah keputihan pada wanita).

Juga ada cabe puyang (menghilangkan pegal-pegal, sakit pinggang, dan menghilangkan kesemutan), pahitan (mengatasi pegal-pegal, menambah nafsu makan, mencegah risiko diabetes sampai sebagai terapi “cuci darah”), uyup-uyup (meningkatkan produksi ASI, menghilangkan bau badan yang kurang sedap baik pada ibu maupun bayinya, dan mengatasi kembung), kunci sirih (menghilangkan masalah keputihan, menghilangkan bau badan, merapatkan bagian kewanitaan, dan memperkuat gigi), serta masih banyak lagi.

DULU DAN KINI

Pada setiap masa, jamu memiliki gaya berbeda. Dulu jamu identik dengan penjual perempuan dengan gendongan (sering disebut Mbok Jamu) yang berkeliling ke sudut-sudut perkampungan. Sebutan tersebut ternyata berasal dari Jawa Tengah, tepatnya di kawasan sentra penjualan jamu tradisional di Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo. Bahkan di sini dibangun ‘’Patung Jamu Gendong’’.

Sukses di wilayahnya, Mbok Jamu kemudian terus melebarkan sayap ke perkotaan seperti Jakarta, Bandung, Semarang, dan kota-kota besar lain. Mereka menjajakan tetap dengan gayanya, yaitu menggunakan gendongan. Selain gendongan yang kini semakin jarang terlihat di perkotaan, didapati pula penjaja jamu tradisional keliling dengan gerobak dan sepeda.

Pada masa kini, jamu tak hanya dijual keliling. Terdapat sajian lebih praktis berupa kemasan dengan isi bisa berupa serbuk maupun siap minum. Warung-warung jamu sederhana hingga kaki lima yang menjajakan jamu juga semakin banyak terlihat. Kepraktisan ini tidak hanya memberikan eksistensi jamu tradisional Indonesia di negeri sendiri, namun bisa juga dinikmati hingga luar negeri.

Seiring banyak inovasi pada masa kini, jamu turut berkembang. Kini hadir penjaja jamu yang dikemas dalam bentuk kafe, mulai dari kafe bergaya tradisional hingga modern. Kafe-kafe jamu ini berada tidak hanya di daerah asal di sekitaran Jawa Tengah.

Di Jakarta terdapat dua kafe jamu sohor. Berdiri sejak 1950-an dan menawarkan hampir 60 jenis jamu untuk beragam masalah kesehatan, Kafe Jamu Bukti Mentjos di Jalan Salemba Tengah, Jakarta Pusat, sering dikunjungi pengunjung dari berbagai kelas sosial. Di kafe ini pengunjung juga bisa mengonsultasikan penyakit yang dikeluhkan. Alhasil, jamu yang diminum pun sesuai yang dibutuhkan. Untuk menemani minum jamu, disediakan pula tersedia bubur kacang hijau, ketan hitam, kolak, wedang ronde, dan bubur ayam.

Lainnya adalah Kafe Suwe Ora Jamu di Jalan Petogogan, Jakarta Selatan. Kafe yang hadir lebih modern ini juga menyajikan makanan khas Indonesia sebagai teman minum jamu. Yang belum terbiasa minum jamu, kafe ini menawarkan solusi dengan menyediakan ramuan campuran buah atau sayur dengan bahan jamu tradisional, seperti kunyit campur madu. Bahkan banyak orang bilang Suwe Ora Jamu menyediakan berbagai racikan jamu tradisional antikuno.

Kehadiran beragam inovasi jamu tentu bisa menarik kalangan muda. Kini banyak kafe jamu menjadi pilihan anak-anak muda nongkrong. Berangsur-angsur, pemikiran ‘’jamu itu kuno’’ mulai pudar seiring pemahaman atas ‘’kehebatan’’ jamu bagi kesehatan.

Seharusnya kita bangga dengan minuman khas Indonesia warisan nenek moyang. Banyak resep racikan jamu bertahan ratusan tahun dan masih dikonsumsi hingga kini.